Hariara, Pohon Sakral


Dalam mitologi dan "agama leluhur” Batak (Toba), terdapat keyakinan tentang keberadaan satu pohon mitis-kosmis yang dinamai Hariara Sundung di Langit. Karena tampilan fisiknya yang selalu tumbuh tegak lurus, tajuknya tumbuh tinggi ke atas sekakan menyunggi langit.
Hariara adalah pohon yang termasuk dalam genus Ficus (keluarga: Moraceae, Ordo: Rosales), sehingga kerap juga disebut "beringin."

Dalam budaya pemukiman orang Batak, hariara digunakan sebagai penanda kelayakan perkampungan. Sebelum menentukan suatu tempat lokasi perkampungan baru, maka terlebih dahulu ditanam anakan pohon hariara. Jika setelah tujuh hari pohon hariara itu bertahan hidup, maka lokasi itu dianggap tepat sebagai perkampungan, dengan keyakinan bahwa tanah disitu subur, cocok untuk bertani.

Karenanya, pohon hariara lazim sebagai penanda bagi perkampungan (huta) asli orang Batak. Posisinya ada dimulut atau gerbang kampung. Maka umur pohon hariara itu menunjuk pada usia sebuah perkampungan Batak. Hariara juga berfungsi sebagai "poros komunikasi," tercermin dalam tonggo-tonggo (doa) para datu (dukun) dalam suatu upacara adat. Dalam upacara adat memasuki musim tanam padi misalnya, maka datu akan memanjatkan tonggo-tonggo yang memohon kepada Mulajadi Na Bolon {Sang Pencipta) agar memberi berkah hujan, sinar matahari, dan udara yang baik dan memberi kesubururan tanah dan air, sehingga usaha cocok tanam memberi hasil melimpah-ruah (gabe na niula).

Hariara sejatinya adalah khasanah "pengetahuan dan kearifan lokal" masyarakat Batak yang memiliki nilai filosofi dan religiositas tinggi. Sebagai "pohon hidup" dia menunjuk pada sebuah gagasan tentang kesatuan manusia dengan alam dan Penciptanya (Mulajadi Na Bolon).

Pulau Samosir, Nov. 2021







Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Si Anak Hilang (Sitor Situmorang)

Pangururan, Kampung yang menjadi Kota

Gorga