Mengenang Si Anak Hilang (Sitor Situmorang)



Sitor Situmorang adalah seorang sastrawan dan wartawan, lahir pada 2 Oktober 1924 di Harianboho, Samosir, Sumatera Utara, salah satu kampung di kaki gunung Pusuk Buhit yang konon sebagai tempat asal muasalnya suku Batak di pulau Sumatera.

Sitor menghasilkan banyak karya sastra berupa puisi, cerpen, naskah drama, juga sejumlah esai. Dia dikenal sebagai sastrawan angkatan 45 yang banyak memberikan kontribusi besar dalam perkembangan sastra dan budaya Indonesia, karyanya memiliki kekhasan corak simbolik.

Sejak awal, Sitor Situmorang menemukan dirinya berada dalam karya-karya sastra maupun kritik terhadapnya. Di satu sisi, ia tidak menyepakati gagasan bahwa seni harus diapresiasi dalam dirinya sendiri. Seni harus menjangkau khalayak luas, mereka harus menyadari dunia di sekeliling mereka, dan seni harus memantik wacana mengenai kehidupan bermasyarakat di Indonesia secara keseluruhan, dan bukan hanya didiskusikan mengenai kualitas artistiknya saja. Di sisi lain, Sitor juga tidak merasa nyaman dengan analisis komunis atas masyarakat dan gagasan kebudayaan rakyat.
Ia percaya bahwa aktivitas kreatif harus menjelajahi kemungkinan-kemungkinan dalam menemukan sebuah kebudayaan nasional, yang mungkin bisa menjadi wadah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam karya-karyanya Sitor menekankan identitas sejati, ia sering menyebutnya identitas batin.

Hari ini tepat 100 tahun Sitor Situmorang, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Pusip) DKI Jakarta berkolaborasi dengan Yayasan Sitor Situmorang, menggelar pameran arsip 100 tahun Sitor Situmorang bertajuk "Wajah Tak Bernama" di Galeri Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jasin, Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta Pusat.

Taman Ismail Marzuki, 2 Oktober, 2024






Comments

Popular posts from this blog

Pangururan, Kampung yang menjadi Kota

Pulau Seribu Kuburan