Spiritualitas Dalam Seni Modern Korea


Hiruk pikuk pengunjung gedung ‘A’, di Galeri Nasional, menjadi riuh. Disetiap sudut ruang pamer, sejumlah mahasiswa berdiri didepan karya yang tegantung untuk foto bersama, dan mereka saling bergantian. Di ruang yang berbeda, beberapa dari mereka melipat tangan didepan dada, sambil mengamati karya-karya lukisan yang tergantung di didinding ruangan. Kali ini, Korean Cultural Center Indonesia dan Galeri Nasional Indonesia serta Korea Arts Management Service, menggelar pameran bertajuk “Empty Fullness: Materiality and Spirituality in Contemporary Korean Art”, yang berlangsung dari 9 Januari 2015 hingga 20 Januari 2015.

Pameran seni kontemporer ini dikuratori oleh Chung Joon-Mo, Park Young-Rin, dan Asikin Hasan, serta menampilkan sebanyak 5 karya keramik dan 47 karya lukisan, dari 16 seniman yang terlibat dalam pameran bersama ini. Karya-karya yang dipamerkan, terajut menjadi narasi tentang kelembutan dan kontemplasi si-seniman, yang berlandaskan akar budaya Korea, yaitu, “Dinasti Joseon.”

Kesadaran tentang budaya menjadi penghayatan, dengan adanya ruang yang dirasai, menyembulkan refleksi kreatif sebagai karya seni. Maka elan kreatif mencipta, merawat dan menyediakan ruang hening menjadi sangat penting dan harus diperjuangkan. Saat kita berdialog dengan karya Cung Chung-sup misalnya, komunikasi yang dibangun melalui karya-karyanya sangatlah jelas, dan sederhana, serta penuh pemaknaan dalam merasai detik-detik sang waktu dalam kehidupan kita. Warna-warna lembut yang tersapu diatas kanvasnya merepresentasi perenungan (meditasi), atau introspeksi diri untuk masuk dalam kesadaran jiwa dan berkomunikasi dengan sang pencipta.  Karenanya, pembacaan medium kanvas karya Chung-Sup ini, mencerahkan kita pada suatu Realitas Absolut atau Kebenaran Absolut.
Pada karya yang lain, “Guci Bulan” (Moon Jar) atau Dalhangari, adalah karya seni keramik Dinasti Joseon. Dalam istilah “seni keramik” memang mengacu pada pengertian seni yang luas, yaitu “keindahan” dan “ketrampilan”. Dengan kata lain “seni keramik” yang dimaksud merujuk pada barang-barang keramik hias dan kerajinan, atau yang kerap dikategorikan sebagai ”seni-kerajinan”. Sedangkan seni keramik dalam konteks seni rupa masa kini (kontemporer) lebih merujuk pada karya seni kreasi seniman. Dalam artikelnya, Asmudjo J. Irianto mencatat bahwa, Istilah kontemporer tentu saja mengandung pengertian temporal, yaitu semasa dengan kita, atau singkatnya saat ini.

Dalam berkarya, para seniman keramik Korea dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme, yang menghargai kejujuran dan kesederhanaan. “Guci Bulan” (Moon Jar) yang berwarna putih dan berbentuk bulat, dimaknai sebagai symbol kehangatan, harapan dan kesejahteraan. Selain itu, “Guci Bulan” juga memancarkan keindahan dan dunia spiritual. Dengan tema pameran “Empty Fullness” ini, maka kekosongan dipahami sebagai pengolahan batin dan pengendapan hidup untuk proses transformasi dari dalam.


Pejaten Barat, 2015

Sihol Sitanggang
Photojournalist dan Penikmat Seni


Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Si Anak Hilang (Sitor Situmorang)

Pangururan, Kampung yang menjadi Kota

Pulau Seribu Kuburan