Spiritualitas Dalam Seni Modern Korea
Pameran seni kontemporer ini dikuratori oleh Chung Joon-Mo, Park Young-Rin, dan Asikin Hasan, serta menampilkan sebanyak 5 karya keramik dan 47 karya lukisan, dari 16 seniman yang terlibat dalam pameran bersama ini. Karya-karya yang dipamerkan, terajut menjadi narasi tentang kelembutan dan kontemplasi si-seniman, yang berlandaskan akar budaya Korea, yaitu, “Dinasti Joseon.”
Kesadaran tentang budaya menjadi penghayatan, dengan adanya ruang yang dirasai, menyembulkan refleksi kreatif sebagai karya seni. Maka elan kreatif mencipta, merawat dan menyediakan ruang hening menjadi sangat penting dan harus diperjuangkan. Saat kita berdialog dengan karya Cung Chung-sup misalnya, komunikasi yang dibangun melalui karya-karyanya sangatlah jelas, dan sederhana, serta penuh pemaknaan dalam merasai detik-detik sang waktu dalam kehidupan kita. Warna-warna lembut yang tersapu diatas kanvasnya merepresentasi perenungan (meditasi), atau introspeksi diri untuk masuk dalam kesadaran jiwa dan berkomunikasi dengan sang pencipta. Karenanya, pembacaan medium kanvas karya Chung-Sup ini, mencerahkan kita pada suatu Realitas Absolut atau Kebenaran Absolut.
Pada karya yang lain, “Guci Bulan” (Moon Jar) atau Dalhangari, adalah karya seni keramik Dinasti Joseon. Dalam istilah “seni
keramik” memang mengacu pada pengertian seni yang luas, yaitu “keindahan” dan
“ketrampilan”. Dengan kata lain “seni keramik” yang dimaksud merujuk pada
barang-barang keramik hias dan kerajinan, atau yang kerap dikategorikan sebagai
”seni-kerajinan”. Sedangkan seni keramik dalam konteks seni rupa masa kini
(kontemporer) lebih merujuk pada karya seni kreasi seniman. Dalam artikelnya, Asmudjo J. Irianto mencatat bahwa,
Istilah
kontemporer tentu saja mengandung pengertian temporal, yaitu semasa dengan
kita, atau singkatnya saat ini.
Dalam berkarya, para seniman keramik Korea dipengaruhi oleh nilai-nilai Konfusianisme,
yang menghargai kejujuran dan kesederhanaan. “Guci Bulan” (Moon Jar) yang
berwarna putih dan berbentuk
bulat, dimaknai sebagai symbol kehangatan, harapan dan kesejahteraan. Selain
itu, “Guci Bulan” juga memancarkan keindahan dan dunia spiritual. Dengan tema
pameran “Empty Fullness” ini, maka
kekosongan dipahami sebagai pengolahan batin dan pengendapan hidup untuk proses
transformasi dari dalam.
Pejaten Barat, 2015
Sihol Sitanggang
Photojournalist dan Penikmat Seni
Comments
Post a Comment