Budaya Tenun Ikat dan Martabat Perempuan
Masyarakat
Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang penuh budaya dan kaya akan
keberagaman. Salah satunya ditandai dengan adanya cara berpakaian, dan menjadi
hal yang paling berpengaruh adalah bahan dasar pakaian itu. Keberagaman kain
dan tekstil yang khas seperti; batik, belongsong, lurik, songket, tenun ikat,
tapis, dan ulos, ada di sejumlah daerah di Indonesia. Setiap daerah memiliki warna,
motif, dan filosofi masing-masing.
Seperti
sarung “Buna Biboki Atone” dari Timor Tengah Utara, yang didominasi dengan
warna benang merah dan hitam. Sarung ini mempunyai arti khusus, dimana “Atone”
adalah simbol manusia. Dahulu, para perempuan memakai sarung motif “Atone” pada
saat menari “Likurai” (menari dengan menabuh gendang) untuk menyambut suku
mereka (Biboki) yang baru pulang perang, dengan membawa kepala manusia. Saat
ini, tarian “Likurai” di lakukan pada penyambutan tamu terhormat, dan pada pesta
rumah adat. Di saat merenovasi rumah adat, masyarakat akan terus menari, mulai
dari atap rumah di naikkan hingga selesai. Ratusan orang berdatangan dari
desa-desa tetangga untuk mengikuti upacara ini, mereka menari dengan iringan
gendang.
Dalam sejarahnya,
sejak abad 3 M, masyarakat
Nusa Tenggara Timur telah mengenal adanya seni budaya yang tinggi, dan diapresiasi
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Salah satunya ialah kemampuan
menenun. Menenun merupakan kemampuan yang diajarkan secara turun menurun demi
menjaga agar tetap dilestarikan. Tiap suku mempunyai keunikan masing-masing
dalam hal corak dan motif. Tiap inidividu diharapkan bangga mengenakan kain
dari sukunya masing-masing, sebab tiap kain yang ditenun unik dan tidak ada
satu pun identik sama. Motif atau pola yang ada merupakan manifestasi dari
kehidupan sehari-hari masyarakat dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat
dengan masyarakat ditiap suku. Selain itu, dengan bisa menenun menjadi
indikator bagi seorang wanita untuk siap dan pantas dinikahi, sedangkan untuk
pria, yang menjadi indikator ialah mempunyai ladang dan bisa bercocok tanam.
Tak heran, jika kita melihat anak-anak dan remaja
perempuan di Nusa Tenggara Timur giat belajar menenun, dengan menenun
mengangkat harga diri dan harkat perempuan. Karena dengan menenun menjadi
ketrampilan yang wajib dimiliki perempuan. Dimana dapat membantu perekonomian
di dalam keluarga, bukan hanya sekedar menghasilkan kerajinan semata, tetapi
lebih membentuk penghargaan terhadap harkat dan martabat perempuan.
Sihol Sitanggang
Photojournalist dan Photographer Documentary
Dimuat di Majalah ESENSI edisi 3, April-Mei 2016
ijin share pak Sihol ke G+
ReplyDeleteMonggo mas Kris, dgn senang hati...
Delete