'Trowulan' Peninggalan Peradaban Bangsa
Dengan mengendarai motor selama 35 menit dari
kota Mojokerto, saya tiba di sebuah situs kota, masa Kerajaan dari abad ke-13-15 Masehi. Guyuran
hujan membasahi bumi, hampir setiap hari menyisakan sedikit cuaca cerah di
pagi hari.
Perjalanan ke tanah Trowulan mengingatkan saya pada
sebuah cerita masa lalu tentang kerajaan Majapahit, dengan Rajanya yang pertama
yaitu, Raden Wijaya. Majapahit pernah mencapai kejayaan pada abad ke 14, lalu
mengalami kemerosotan kekuasaan sepeninggalnya Hanyam Wuruk dan hingga akhirnya
runtuh di akhir abad ke 15. Diperkirakan, kota Majapahit masih bertahan hingga
tahun 1419, namun kota tua ini hancur diserang oleh tentara Demak yang dipimpin
oleh Adipati Unus. Dan akhirnya ditinggalkan oleh penduduknya secara
berangsur-angsur, sehingga menjadi desa sepi, dan menjadi wilayah pertanian.
Trowulan dikenal sebagai salah satu situs kota di Indonesia, dari
masa sebelum hingga sesudah Majapahit. Sebaran situs yang cukup luas dan
terpencar-pencar membuat kita sulit untuk mendapat gambaran utuh. Dalam
perjalanan panjangnya masyarakat Trowulan menghasilkan berbagai bentuk
kebudayaan materi, anatara lain bangunan candi, punden berundak, pe-tirtaan,
arca, peralatan logam, dan prasasti.
Ada puluhan situs yang ditemukan dan digali oleh para arkeolog. Sebagian
besar sudah dipugar. Beberapa situs yang bisa kita
lihat adalah: Gapura Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi
Bajang Ratu, Candi
Kedaton, Panggung Gajah Mada, Siti Hinggil, Makam Troloyo, Makam Panjang,
Candi Tikus, dan Kolam
Segaran.
Sebut saja Candi Brahu, yang terletak
di Desa Bejijong
merupakan candi terbesar di Trowulan. Candi ini berfungsi sebagai tempat pemujaan, tingginya 25 meter dengan kaki candi
seluas 18 meter x 23 meter. Seluruh konstruksinya menggunakan batu bata. Candi Brahu ini juga merupakan sinkretisme Hindu-Buddha.
Di tempat terpisah, ada sebuah Pendopo Agung, di bangun pada tahun 1964-1973, bentuk bagunannya bergaya
Joglo, rumah khas Jawa. Di dekat pendopo dihiasi dengan relif yang menggambarkan situasi peristiwa sejarah Majapahit, sebagai pengingat akan masa lampau. Di belakang pendopo ada panggung kecil, di tempat inilah
sang patih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Konon, Kota Majapahit mengedepankan
konsep Mandala. Dimana, Raja yang berkedudukan
memiliki dua makna, mewakili dunia supranatural dan melakukan pengaturan
di dunia.
Comments
Post a Comment