Geger Gempolkrep: Saat Gula Tak Lagi Manis
Apa jadinya jika tanahmu diambil, airmu dipakai, dan suaramu dibungkam? Di panggung kecil di Bentara Budaya Jakarta, (11/7/2025), rakyat bicara lewat tawa dan tangis, itulah Ludruk “Geger Pabrik Gula Gempolkrep” dari Budhi Wijaya.
Ludruk adalah teater rakyat khas Jawa Timur, yang biasanya diisi guyonan segar, tari remo, jula-juli dan cerita kehidupan rakyat. Ludruk Budhi Wijaya salah satu grup yang terus hidup sampai sekarang, yang konsisten mengangkat isu-isu sosial.
Lakon “Geger Pabrik Gula Gempolkrep” mementaskan karakter dan konflik antara rakyat melawan penguasa kolonial. Lakon ini menghidupkan kembali tradisi “seni untuk menyuarakan rakyat,” bukan sekadar hiburan. Dalam kontek kekinian, ada kritik terhadap korporasi, negara, hingga sistem hukum yang tidak berpihak. Tapi tetap dibungkus dengan gaya satir.
Kisah keributan di Gempolkrep yang dimainkan oleh Ludruk Budhi Wijaya ini menjadi bagian dari mozaik besar perlawanan rakyat terhadap kolonialisme. Ini bukan perang besar, melainkan perang sehari-hari yang mempertahankan tanah, harga diri, dan hidup yang layak.
Hari ini, Pabrik Gula Gempolkrep tinggal nama. Tetapi semangat mereka yang dulu melawan tetap hidup dalam cerita, dalam Ludruk, dan dalam ingatan kolektif.
Palmerah, Juli 2025
Comments
Post a Comment