Panggung Sedekah: Suara Toba



Malam itu, di Joglo beer house Kemang, Jakarta Selatan (29/7), menggelar panggung sedekah, bertajuk “Suara Toba.” Pangung sederhana dengan dekorasi sejumlah ulos batak terjuntai dibelakang stage menghiasi keriaan dan semangat solodaritas antara para pengunjung yang hadir malam itu. Tak terasa, keheningan malam pun perlahan-lahan pecah, dan udara disekitar menjadi terasa hangat, sejumlah penonton terlihat menyeka peluh yang membasahi wajah. Suasana sangat mengesankan saat diisi dengan pengalaman musikal bersama.



Antusiasme penonton menggeliat, disetiap alunan musik para penonton spontan bergoyang dan menari, terhanyut dengan emosinya, sambil merapatkan tangan didepan dada dan menggerakkan badan ke kiri dan kanan, seraya menekukkan lutut sedikit, dan naik turun mengikuti irama musik, ada juga yang mengangkat kedua tangan dengan bernyanyi. 


Terlepas suku dan genre musiknya, para penonton diantarkan pada pengalaman personalnya, musik dapat diartikan sebagai bahasa nurani yang menghubungkan pemahaman dan pengertian antar manusia pada sudut-sudut ruang dan waktu, dimanapun kita berada. Menurut  Nietzsche, seorang filsuf Jerman, “bahwa musik tidak diragukan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan manusia.”



Saya menduga, panggung sedekah ini digelar berdasarkan pemahaman diatas. Menjadikan sebuah gerakan bersama, dimana melibatkan individu dan komunitas seperti; Nina Silvana, Allay Error, komunitas Atap Alis dan komunitas Taring Babi, serta lima grup band dari berbagai genre; Yonatan Pandelaki vokalis dan pemain keyboard band Sons & Preachers asal Jerman, Orkes Perjaka Madu, D’Bamboo, Punxgoaran, dan Marjinal feat Roy Rexborn.



Pergelaran musik silaturasa “Suara Toba” sebuah respon kepedulian kepada saudara kita di wilayah danau Toba, untuk mensupport komunitas mandiri yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, budaya, dan lingkungan di tanah Toba.


Maka pemaknaan jargon “Silaturasa” bagi semua yang terlibat dalam kegiatan panggung sedekah ini, adalah sebuah semangat persaudaraan untuk bahu membahu membantu masyarakat yang lemah dan tertindas, karena kesenjangan sosial dan ketidakadilan di negeri ini. Terlebih, grup musik Marjinal yang selalu mengusung dan menggaungkan semangat “Silaturasa,” sebagai energi positif  sekaligus menjadi pengingat dan mengajak pemirsanya untuk membuka hati dan pikiran.

Jeruk Purut, Juli 2018

Sihol Sitanggang
Fotografer Lepas dan Penikmat Seni

Comments

Popular posts from this blog

Mengenang Si Anak Hilang (Sitor Situmorang)

Pangururan, Kampung yang menjadi Kota

Pulau Seribu Kuburan