Smartphone dan Relasi Sosial




Di gedung C, fakultas seni pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), seorang koreografer muda, Rica O Darmawan (26) menggelar pementasan tari kontemporer bertajuk “Ponsel Pintar, Manusia Bodoh” pada Jumat (27/02) malam.

Saat memasuki ruang pertunjukan penonton disambut dengan suara gemuruh jalanan aspal yang dilewati berbagai kendaraan bermotor. Di temaram lampu terlihat seorang penari seolah tertidur di atas scaffolding setinggi tiga meter. Lalu perlahan bergerak bangkit, dan melompat ke scaffolding yang lebih rendah. Selang beberapa menit muncul satu penari yang melompat-lompat dan bergelantungan di scaffolding layaknya seekor kera. Seperti biasa, beberapa karya koreografi Rica selalu memadukan seni tari dengan teater. Para penari tiba-tiba berlari cepat menggeser scaffolding membersihkan panggung, lalu berguling-guling, menjatuhkan tubuhnya dan bangkit kembali.

Tiba-tiba suara-suara ponsel yang meriuhkan itu seolah mengganggu kera-kera, yang merepresentasikan manusia. Akibat gadget yang egois, membuat manusia lebih asik dengan ponselnya sehingga mengikis rasa sosial dan menjadi manusia yang egois. Ketika kebutuhan berelasi dengan orang lain terpenuhi dengan gadget-nya, secara natural rasa empati dengan lingkungan sekitarnya menurun.

Muncul gerakan gemulai dengan wajah tertutup topeng, bergerak pelan dan teratur ke arah penonton dengan iringan musik yang mendamaikan jiwa, seolah pada titik tertentu manusia bosan dan jenuh dengan riuhnya teknologi ini, dan berubah menjadi sebuah refleksi.

Maka bagi Rica, Smartphone yang selama ini kita anggap sebagai sahabat dan penolong di segala macam keadaan ternyata menjadi sebuah mesin yang memberikan kesempatan pada penggunanya untuk menghakimi orang lain dan dapat juga secara perlahan, menghancurkan kualitas hubungan di antara kita semua, dan batas-batas privasi menjadi buram, hak untuk berdiam diri menjadi terlarang. Dan memberikan salam sebelum berbicara atau mengirimkan pesan menjadi sama sekali tidak penting. Terlalu lama kera di dalam kita mengambil alih teknologi. Marilah kita bernafas sejenak dan menikmati hidup.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengenang Si Anak Hilang (Sitor Situmorang)

Pangururan, Kampung yang menjadi Kota

Pulau Seribu Kuburan